Selasa, 16 Juni 2009

SAHABAT

Skripsi masih terbengkalai, laporan masih terbengkalai, tugas-tugas kuliah pun masih terbengkalai, dan sekarang muncul pula masalah yang memusingkan kepala. Dia datang dengan wajah cemberut yang duh…. Aku tak suka, wajah itu mengingatkan aku pada musuh-musuh palestina, dia seakan ingin memangsa diriku sampai tak berdaya.Gayanya, senyum sinisnya, bicaranya, diamnya, dan aku muak pada semua yang berhubungan dengannya. Iya, aku tau, dia sahabatku, sahabat yang selama ini ada di sampingku, berjuang dan hidup di tempat yang sama, bahkan tak jarang makan dan tidur bersama. Tapi sedihnya kebersamaan yang indah itu harus terenggut begitu saja, kami mengalami perang dingin semenjak kebersamaan itu terekat semakin indah. Awalnya tidak ada yang salah, kami tetap seperti dulu akrab dan selalu bersama, di mana-mana berdua, di mana diri ini berada di situ pun ada dia. Tapi seketika bencana datang menghadang, ombak yang besar menghancurkan sendi-sendi persahabatan kami, yang ada hanya puing-puing tak berarti.Aku sedih!Iya, aku sangat sedih. Dalam waktu sekejap persahabatan yang indah itu hancur berkeping-keping. Wajah manis berubah menakutkan, tak ada kata yang keluar dari bibirku dan bibirnya. Bibir itu mengatup tanpa komando. Kebahagiaan berubah menjadi kesedihan. Kebersamaan berubah menjadi perpisahan. Meski raga bersatu tapi jiwa terpisah.Sering aku bertanya di hati, kenapa ini bisa terjadi? Mengapa kesedihan yang sama harus terulang kembali, mengapa harus ada kesedihan setelah kesedihan itu pergi.Tapi, tak ada jawaban!Pertanyaan hanya tinggal tanya. Aku tetaplah insan lemah yang tak punya daya. Aku tidak bisa mengelak dari bencana itu."vit, besok kita ngajar harus pake media, tadi siang buk lila pesan." Aku beranikan diri menghampirinya. Aku harus bisa melawan syetan itu. Aku tidak mau di cap sebagai orang yang suka memutuskan tali silaturrahmi. Seperti sabda Nabi dalam sebuah hadistnya : "Tidak akan masuk surga orang yang mendiamkan saudaranya selama lebih dari 3 hari."Percuma beribadah sepanjang masa kalau akhirnya tetap masuk neraka. Itulah kenapa aku mati-matian ungkapkan sepatah dua patah kata padanya. Aku tidak peduli apakah dia mau dengar atau tidak, ditanggapi atau tidak aku tidak peduli. Biar saja, yang penting tugas dan kewajibanku selesai. Dia mengangguk sambil bergumam pelan, aku tidak sempat mendengar gumaman itu karena aku terlanjur mengangkat kaki dari sana, aku tak punya daya untuk terus menopang kaki di tempat itu.Tak ada ucapan terima kasih yang aku dengar dari bibirnya. Biarlah! Aku tidak butuh ucapan terima kasih itu, yang pasti aku lega karena kewajiban itu berhasil aku tunaikan. Setidaknya aku tidak akan masuk neraka karenanya. Itu saja!Lambat laun perang dingin itu tercium juga. Aku ditemui Soleha setelah shalat magrib berjamaah di Mushala."uni ada masalah ya sama ni vita?" tanyanya sambil mengulurkan tangan bersalaman setelah shalat. mau tidak mau aku harus jujur."iya, uni juga nggak tau kenapa bisa terjadi." Ujarku."awalnya gimana kejadiannya uni?" soleha balik bertanya."uni rasa karena masalah kemaren, dia nanya tapi uni menanggapinya kurang ramah. Seharusnya dia juga ngerti uni lagi panik.""uni napa jawabnya kurang ramah?" protes soleha."uni kesal aja, dia nggak sopan nanya ma uni. Mang dia anggap uni apa?" aku balik protes."soleha tau, semuanya terjadi karena uni sama-sama panik. Itu biasa kok ni, sekarang uni lupakan saja masalah itu. Kembalilah bersikap biasa, bersahabatlah seperti dulu. Soleha nggak suka uni seperti itu, uni teladan bagi kami. Masa seorang kakak memberikan contoh yang tidak baik pada adik-adiknya.""sebenarnya uni memang salah, seharusnya seharusnya uni bersikap bijaksana, tidak boleh membalas keegoan dengan keegoan yang lain.""nah, tu…. Uni tau sendiri. Sekarang uni harus seperti dulu lagi, sapa dan bicaralah dengannya. Jangan takut dicuekin… itu tantangan mulia bagi uni. Ayo uni-ku… berjuanglah! Sangat mulia orang yang menghubungkan silaturrahmi." Soleha menasihatiku. Aku bersyukur punya adik yang perhatian dan suka mengingatkan. Dia memang soleha yang solehah."makasih sayang ya… uni akan berjuang mengembalikan jalinan itu kembali. Mohon doanya dek…"***Aku menggerakkan bibir sambil membentuknya menjadi lebih indah, itu senyuman paling manis yang aku ciptakan. Aku berharap senyuman itu bisa meluluhkan hatinya. Tapi ternyata senyum itu hanya tinggal senyum, senyuman manisku teracuhkan begitu saja, dia melengah tanpa membalas sedikitpun. Hati menyuruh sabar, sabar dan tetap sabar.Perjuangan belum usai!Aku tidak boleh menyerah….Aku harus tetap berjuang sampai senyuman manisku di balas dengan senyuman yang paling manis."oya, vit… besok materi ajar kita tentang khutbah, tabligh dan dakwah." Lagi-lagi senyumku mengembang sambil menyapanya. Aku bersyukur punya bahan pembicaraan supaya bisa berbicara dengannya. Dia diam saja, lagi-lagi tanpa ucapan terima kasih! Ah, sudah biasa!Hari ini kos-an sepi, sunyi, tak ada suara-suara yang berarti. Mungkin semua warga sibuk denga mata kuliah di kampus. Aku tau, di kamar sebelah ada vita. Aku juga tau, hanya aku dan vita yang tersisa di kos-an hari ini. Kebetulan sama-sama punya jadwal libur. ketua pamong bersabda, mahasiswa PPL diberi tenggang sekali seminggu supaya tidak terlalu capek, maklumlah baru praktek. Insyaallah kalau nanti telah resmi jadi buk guru baru lah standby tiap hari di sekolah.Hari ini ada seminar proposal teman, aku harus menghadirinya. Tidak adil kalau sempat tidak hadir di hari perjuangannya, toh… dia pun hadir ketika aku diseminarkan minggu lalu."vit, ana ke kampus dulu ya… Rodi seminar jam sembilan ini." Lagi-lagi aku tabah-tabahkan hati setelah sekali lagi di cuekin. Di hati aku berdoa semoga Allah melembutkan hatinya dan bisa menerima aku kembali menjadi sahabatnya. Sayang, persahabatan indah itu harus pupus di tengah jalan setelah sekian lama membinanya.***"boleh bicara, vit?" aku menghampirinya di kamar. Dia cuek, tanpa menoleh sama sekali, matanya lekat tertuju ke monitor komputer. "vit, kamu dengar suara aku kan?" kali ini suaraku terdengar serak. Sedih sekali di cuekin seperti ini."mau ngomong apa?" itu suara vita. Alhamdulillah akhirnya suara itu terdengar juga. Setelah sekian lama aku menantinya."kita tidak boleh seperti ini terus vit… diam-diaman tanpa kenal dosa. Sedih hati ini vit, kita bersahabat sejak lama, sayang hanya karena masalah sepele kita bermusuhan seperti ini. Mari kita rajut kembali benang-benang itu menjadi tali ukhuwah yang lebih indah, mari kita bina persahabatan kita kembali." Airmataku berjatuhan dari pelupuknya. Airmata itu mengalir mengairi pipi mulusku lalu merembes ke sela-sela jilbab ungu yang aku pakai. "Rabb, hati ini sedih sekali." Bathinku pelan."terserahlah…." Hanya itu jawaban darinya."terserah apanya vit?""ya… terserah!""kamu nggak boleh seperti itu vit, kasihlah komentar harus seperti apa hubungan ita, harus di bawa kemana persahabatan kita?""up to you!" itu jawaban singkat yang betul-betul menyinggung perasaanku. Sedikitpun dia tidak menghargai aku sebagai sahabatnya. Dari jawaban ketus itu aku bisa mengambil kesimpulan bahwa vita tak lagi menganggap diriku sahabatnya."terima kasih vit atas jawabanmu, setidaknya aku tau apa yang harus aku lakukan setelah ini. Maaf kalau selama ini aku tidak bisa menjadi sahabat yang baik bagimu, maaf kalau selama ini aku sering repotkanmu dan maaf kalau aku harus mengambil keputusan yang aku sendiri tak sanggup melakukannya. Tapi sanggup tak sanggup aku harus tetap menjalankannya." Airmata bertambah deras membasahi pipi, suaraku gemetar tak terhingga. Sebelum beranjak aku kuatkan hati untuk mengulurkan tangan ingin bersalaman, mungkin jabat tangan terakhir. Alhamdulillah, dia menyambutnya walaupun hanya sekilas saja.Aku beranjak ke kamar dengan hati pilu. Keputusanku sudah bulat, aku harus hijrah ke tempat lain. Aku tidak mau menjadi sumber masalah di sini. Mengalah bukan berarti kalah bukan??

Senin, 15 Juni 2009

Kenangan

Kenangan adalah hal yang TERINDAH
dalam segmen kehidupan
Namun jika keterpurukan terjadi
karena kenangan
itulah BOOMERANG
yang akan menghancurkan segala CINTA
dan menumbuhkan segala asa

Selasa, 02 Juni 2009

Islam..................?????

Dakwah? Hmm.. kok kayaknya berat banget kedengarannya ya? Lho, emangnya kenapa? Sebagian teman remaja biasanya denger atau ngucapin kata dakwah terasa sangat berat. Telinga pekak en lidah kelu dan yang terbayang di benaknya pasti urusannya dengan jenggot, kopiah, baju koko, sarung, dan jilbab. Well. Nggak salah-salah amat sih. Cuma nggak lengkap penilaiannya.

Lagian juga terkesan adanya pemisahan antara dakwah dan kehidupan umum, gitu lho. Kesannya kalo dakwah adalah bagiannya mereka yang ada di kalangan pesantren atau anak-anak ngaji aja. Anak-anak nongkrong sih nggak tepat kalo berurusan dengan dakwah. Dakwah kesannya jadi tugas mereka yang hobinya dengerin lagu-lagu nasyid macam Demi Masa-nya Raihan. Bukan tugas anak-anak yang hobinya dengerin lagu-lagu pop macam Terima Kasih Cinta-nya Afgan. Halah, itu salah banget, Bro. Nggak gitu deh seharusnya. Sumpah.

Gini nih, sebenarnya urusan dakwah atau tugas dakwah jadi tanggung jawab bersama seluruh kaum muslimin. Cuma, karena tugas dakwah ini cukup berat dan nggak semua orang bisa tahan menunaikannya, jadinya dakwah secara tidak langsung diserahkan kepada mereka yang ngerti aja. Anggapan seperti ini insya Allah nggak salah. Cuma, kalo dengan alasan seperti ini lalu kaum muslimin yang belum ngerti atau masih awam tentang Islam jadi bebas untuk nggak berdakwah, atau nggak mau terjun dalam dakwah, itu tentu salah, Bro. Why? Karena tetap aja punya kewajiban untuk belajar. Tetap punya kewajiban mencari ilmu. Jadi, nggak bisa bebas juga kan? Malah kalo nekat nggak mau belajar dan nggak mencari ilmu, hal itu dinilai berdosa, man! Bener.

Baginda kita, Rasulullah Muhammad saw. bahkan menyatakan bahwa aktivitas belajar dan mencari ilmu adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin dari buaian ibu hingga ke liang lahat. Kalo mencari ilmu itu adalah wajib, berarti bagi yang nggak mencari ilmu selama hidupnya, jelas berdosa dong. Allah Swt. bahkan menjamin orang-orang yang beriman dan berilmu akan diberikan derajat lebih tinggi dibanding orang yang nggak berilmu (apalagi nggak beriman). Firman Allah Swt.:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mujâdalah [58]: 11)

Bro, emang bener banget. Urusan dakwah ini sangat erat hubungannya dengan tingkat keilmuan. Dakwah itu jelas membutuhkan ilmu. Jadi, betul kalo dikatakan bahwa tugas berdakwah hanya diberikan kepada mereka yang udah menguasai ilmu agama. Tapi, buat kita yang belum menguasai ilmu agama secara mantap bukan berarti nggak ada kewajiban dakwah. Sebab, rasa-rasanya untuk ukuran sekarang nih, nggak mungkin banget ada kaum muslimin yang nggak ngerti sama sekali tentang Islam. Pasti deh, satu keterangan atau dua keterangan dalam ajaran agama Islam sudah pernah didengarnya dan menjadi pengetahuannya. So, sebenarnya tetap punya kewajiban nyampein dakwah meskipun cuma sedikit yang diketahui. Kalo pengen lebih banyak tahu tentang Islam, ya tentu saja kudu belajar lagi dan mencari ilmu lagi. Sederhana banget kan solusinya? Insya Allah kamu pasti bisa ngejalaninya, asal kamu mau. Yakin deh.

Mengapa dakwah itu wajib?

Jawabnya gini, sebab Islam adalah agama dakwah. Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mukmin. Artinya, orang mukmin yang cuek-bebek sama dakwah berarti bukan mukmin sejati. Bener, lho. Apa iya kamu tega kalo ada teman kamu yang berbuat maksiat kamu diemin aja? Nggak mungkin banget kan kalo ada temen yang sedang berada di bibir jurang dan hampir jatuh, nggak kamu tolongin. Iya nggak sih?

Boys and gals, bahkan Allah memuji aktivitas dakwah ini sebagai aktivitas yang mulia, lho. FirmanNya:

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim” (QS Fushshilat [41]: 33)

Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berdakwah. Seperti dalam firmanNya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)

Menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. Kamu tahu, ketika kita belajar ilmu bumi, disebutkan bahwa dunia ini terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan. Wah, hebat juga ya para pendahulu kita? Betul, sebab mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menegakkan kalimat “tauhid” di bumi ini. Sesuai dengan seruan Allah (yang artinya): “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS al-Baqarah [2]: 193)

Kini, di jaman yang udah jauh berubah ketimbang di “jaman onta”, arus informasi makin sulit dikontrol. Internet misalnya, telah mampu memberikan nuansa budaya baru. Kecepatan informasi yang disampaikannya ibarat pisau bermata dua. Bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Celakanya, ternyata kita kudu ngurut dada lama-lama, bahwa kenyataan yang harus kita hadapi dan rasakan adalah lunturnya nilai-nilai ajaran Islam di kalangan kaum muslimin. Tentu ini akibat informasi rusak yang telah meracuni pikiran dan perasaan kita. Utamanya remaja muslim. Kita bisa saksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa banyak teman remaja yang tergoda dengan beragam rayuan maut peradaban Barat seperti seks bebas, narkoba, dan beragam kriminalitas. Walhasil, amburadul deh!

Itu sebabnya, sekarang pun dakwah menjadi sarana sekaligus senjata untuk membendung arus budaya rusak yang akan menggerus kepribadian Islam kita. Kita lawan propaganda mereka dengan proganda kembali. Perang pemikiran dan perang kebudayaan ini hanya bisa dilawan dengan pemikiran dan budaya Islam. Yup, kita memang selalu “ditakdirkan” untuk melawan kebatilan dan kejahatan.

Dakwah itu tanda cinta

Bro en Sis, seharusnya kita menyambut baik orang-orang yang mau meluangkan waktu dan mengorbankan tenaganya untuk dakwah menyampaikan kebenaran Islam. Sebab, melalui merekalah kita jadi banyak tahu tentang Islam. Kita secara tidak langsung diselamatkan oleh seruan mereka yang awalnya kita rasakan sebagai bentuk ‘kecerewetan’ mereka yang berani ngatur-ngatur urusan orang lain. Padahal, justru itu tanda cinta dari sesama kaum muslimin yang nggak ingin melihat saudaranya menderita gara-gara nggak kenal Islam dan nggak taat sama syariatnya.

Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)